Minggu, 06 Agustus 2017

Candi Angin Jepara : Perjalanan Lintas Batas #4

Candi Angin, Jepara
       Minggu 6 Agustus 2017, masih di #lintasbatas4. Sambungan perjalanan dari Candi Bubrah Jepara. Kami melanjutkan penelusuran melewati jalan setapak di sebelah kanan Candi Bubrah. Masih dengan medan yang sama, karena lokasi pun masih sama. Tanjakan, kanan kiri jurang menjadi tantangan yang menghadang kami. 
       Saat memulai pendakian menuju Candi Angin, kami melihat kibaran bendera di atas pohon di puncak tertinggi didepan kami, barangkali itulah final tujuan kami. Terbayang di mata perjalanan masih butuh energi dan spirit yang lebih, karena beberapa kali lagi harus melahap tanjakan dengan berjalan kaki.
      Dari informasi yang kami terima, Candi Angin ini berada di wilayah Kabupaten Jepara,  tepatnya di Lereng Gunung Muria sebelah Utara, secara administratif masuk wilayah Dusun Duplak, Desa Tempur, Kec. Keling. Kalau tidak salah di sisi sebaliknya Gunung Muria ini, Sunan Muria pernah membangun dan menyebarkan agama Islam.
Candi Angin
      Dengan tenaga yang tersisa, juga semangat kami tinggal 50%, kami berjalan stabil (seperti saran Lek Sur), maaf saya tak punya gambaran dengan tulisan stabilnya seperti apa, abstrak bagi saya.. wkwkwk)  walaupun saya sendiri yakin, kami semua bukan stabil betulan tapi karena keadaan yang tak memungkinkan = lelah fisik. Terutama bagi kami bertiga terkecuali Mas Imam.
      Di sebelah kanan dan kiri jalan, banyak sekali pohon pisang, saya pribadi  heran kok gunung banyak pisang, siapa,yang menanam dan bagaimana cara panennya? Di lereng terjal, di pinggiran tebing. Kok bisa? Apakah pohon pisang ini vegetatif asli Muria? Apakah dulu banyak monyetnya? Hmmmm. Entahlah.
Setelah Kurang lebih jalan kaki sekitar 30 menit, akhirnya sampailah kami....
CANDI ANGIN,
Candi Angin, Jepara
       Di Candi Angin sudah ada papan nama dan peringatan untuk pelestarian, terbesit pertanyaan dalam hati saya... kenapa Candi Brubah tak di perhatikan juga? Padahal melewati nya... semoga ada yang bisa menyampaikan kepada pihak terkait. Eman - eman sekali kekunoan ini diabaikan. Bahkan oleh salah satu warga sendiri (warga Jepara), baru tahu setelah saya publish naskah Candi Bubrah. Beliau malah bertanya dimana? Di salah satu komentar di medsos)... tentu ada yang salah, kenapa bisa terabaikan... oleh anak turunan cucu leluhur kerajaan Kalingga.
       Sambutan pertama, di Candi Angin ini ada tatanan batu yang menyerupai makam;
Makam 1 di candi Angin Jepara
      Didekatnya ada tatanan watu candi, 


Candi Angin


       Di trap selanjutnya, ada sebuah bangunan yang didalamnya masih nampak digunakan untuk ritual tertentu ;


Candi Angin, Jepara

       Di dekatnya, ada pohon besar yang tumbuh diatas bangunan (pohon yang besar itu pasti berusia sudah sangat tua, apalagi batunya).
    Membuktikan, lamanya bangunan suci ini tak ada aktivitas lagi, bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu sudah ditinggalkan.
     Dilokasi ini kemudian menjadi tempat istirahat kami, dibawah pohon sambil memandang sisa kemegahan Candi Angin.
     Sambil membuka bekal, plus Lek Suryo membuat Kopi on lokasi. Jadilah terasa ikmat blusukan kali ini. Sejenak menjadi terlupa siksaan perjalanan yang sebelumnya kami rasakan.
       Kondisi Candi Angin 11-12, sama dengan Candi Bubrah. Yang membedakan adalah letaknya. Sama sama bubrah


Candi Angin
    Posisi Candi Angin berada di puncak paling tinggi, 


Candi Angin
     Candi Angin diduga (satu paket) sama dengan Candi Bubrah merupakan  tinggalan Kerajaan Kalingga dengan Ratu Shima.
     Salah satu reruntuhan Candi Angin di sisi kanan Candi:
Candi Angin

Candi Angin

       Makam ke 2 yang ada di sisi kanan candi bagian atas;
Candi Angin

    Di Candi Angin ini kami duga ada inkripsi pada batu, dua jenis.... hehehehe :
        
Tulisan di Batu : Candi Angin

     Legenda yang dituturkan dari generasi ke generasi (minim tinggal an tulisan, lebih banyak lisan) :
    Konon, rakyat kerajaan Kalingga terkenal kejujurannya. Tak ada satupun pencurian di seluruh wilayah kerajaan. Jika bukan hak atau miliknya, masyarakat tak kan mau menyentuhnya. Sehingga barang berharga yang jatuh di jalan pun tak kan,ada yang mengambilnya.      Hal itu berkat kepemimpinan Ratu Shima, sang penguasa yang adil dan bijaksana, mampu menjadikan warganya sejahtera. Penegakan hukum pun tegas tanpa pandang bulu.
      Suatu ketika, seorang utusan dari negeri china hendak menguji  kejujuran warga. Dia menaruh bungkusan di tepi jalan kotapraja. Namun hampir selama 40 hari bungkusan itu tetap pada posisi semula.
      Hari ke 41, ketika putra mahkota berjalan jalan dengan rombongannya, tak sengaja roda kereta kencana menyentuh bungkusan orang China tersebut. Pangeran tersebut turun, kemudian menyingkirkan dengan kakinya. Hanya 1 depa.     Esok harinya, orang China tersebut mengadu kepada Ratu Shima, alhasil karena hukum harus ditegakan. Sesuai hukum yang berlaku di kerajaan bahwa pencuri akan dipotong bagian tubuh yang menyentuh benda tersebut, maka dipotonglah kaki kanan pangeran tersebut.      Pada saat akan dilaksanakan hukuman, orang China tersebut memohon untuk dibatalkan, karena pangeran bukan mencuri tapi hanya memindahkan. Segenap masyarakat yang hadir pun memohon ampunan untuk sang Ppangeran.      Namun Ratu Shima tak bisa mencabut hukuman itu,  karena Hukum di Kalingga. Diiringi derai tangis segenap yang hadir saat itu, dipotonglah kaki Sang Pangeran. Sebuah kejujuran yang menjadikan Kerajaan Kalingga melegenda. Ditulis di catatan orang china tersebut.      Sejak saat itu, sang pangeran menjadi Cacat. Sementara pemimpin kerajaan adalah  wakil Dewa yang memerintah manusia di bumi. Dan sudah tak sempurnalah pangeran tersebut untuk menjadi Raja. Itulah mengapa Kerajaan Kalingga kemudian hilang di telan zaman.       Sebuah cerita masa lalu, yang masih tersimpan dalam ruang kosong di pojok kepala saya.... ( teringat bacaan saat SD, dan barulah sekarang bisa menyambangi lambang kejujuran ini... ) #percayaTEMAN adalah taggar khusus edisi ini. Terinspirasi kisah legenda Kalingga.
     Saat di Gerbang Masuk Desa Tempur sebelumnya di awal perjalanan, ada juga tinggalan Sumur batu dan kolam kuno yang dikeramatkan. Dugaan saya, ada keterkaitan dalam ritual suci pemujaan di masa itu. (Di naskah setelah ini)
     Sumur batu dan kolam suci digunakan untuk menyucikan diri sebelum ritual di Candi Bubrah. Setelah Candi Bubrah, tahap selanjutnya Ritual di Candi Angin sebagai puncak ritual. Mungkin mirip konsep Gunung Lawu yang konon sebagai lokasi Moksa Brawijaya V..
     Video amatir Perjalanan pulang dari Candi Angin, video by max trist : (proses upload)
Salam Nyadi...
    Saat disini, ketemu dengan beberapa rombongan pemuda-pemudi lokal, namun ada satu rombongan yang nampaknya menyambut ajakan kami untuk ngopi, dan menunjukkan keramahan Khas Muria. 
     Sempat berfoto bersama dulu ; 
Salam Nyandi : Candi Angin

Berlanjut di Sumur Batu
Sampai ketemu di lintas batas yang lain....
Percaya Teman : candi Angin

#PercayaTEMAN

3 komentar:

  1. Candi Angin termasuk gugusan tempat suci dari masa awal Kerajaan Kalingga, pada pemerintahan Maharani Ratu Shima, istri dari Raja Kalingga terakhir, Kartikeyasingha. Gugusan candi di masa akhir Kerajaan Kalingga ialah Komplek Candi Gedhong Sanga dan Candi2 di Dieng. Dibangun sebelum perpindahan ibukota Kalingga ke Wilayah Mataram (Medang i Bhumi Mataram) dan ke Wilayah Sambhara (Medang i Bhumi Sambhara). Kekuasaan Kalingga sengaja dipecah dua, yaitu Medang Hindu dan Medang Buddha, untuk mencegah kehancuran total akibat serangan Prabhu Sri Jayanaga dari Kerajaan Sriwijaya.

    BalasHapus
  2. Prabhu Kartikeyasingha dan para pendahulu-nya bukan orang Jawa asli melainkan campuran Jawa dengan Kalingga - India, yg telah hancur oleh serangan Dinasti Gupta pada masa raja Dinasti Gupta yaitu Maharaja Vikramaditya. Warga istana dan rakyat Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Saka (Indo-Scythian) bermigrasi ke Pulau Jawa di abad ke-4. Untuk warga kerajaan dan rakyat Kerajaan Saka, rombongan dipimpin oleh raja terakhirnya yaitu Rudra Simha III atau yg legendaris disebut Sri Mahaprabhu Aji Saka, yang seumur dengan pendiri Kerajaan Kalingga Jawa, entah siapa. Belum diketahui nama pastinya.

    BalasHapus
  3. Menilik nama: Kartikeya Singha, yang nama asli India-nya ialah "Kartikeya Singh", raja ini memiliki nama marga "Singh", yang dimiliki masyarakat Bangsawan Aryan-Punjabi. Hal ini menandakan bahwa raja-raja Kalingga India bukanlah keturunan Dravida dari India Selatan, melainkan keturunan Aryan-Punjabi. Yang asalnya dari wilayah Punjab, di India dan Pakistan sekarang. Namun, mendirikan Dinasti Singh di India Selatan, dan menamakannya Kerajaan Kalingga. Di Jawa sering disebut Kalinggajati.

    BalasHapus